Pemerintah Perlu Bangun Taman 'Software' JAKARTA (Lampost): Melihat penetrasi teknologi informasi yang demikian pesat di Indonesia, Busines Softwar
JAKARTA (Lampost): Melihat penetrasi teknologi informasi yang demikian pesat di Indonesia, Busines Software Alliance (BSA) Asia menyarankan pemerintah membangun taman software. Seperti negara-negara Asia lain, pemerintah sudah waktunya menciptakan lingkungan baru yang menarik untuk investasi dan mengoptimalkan sumber daya manusia yang terampil.
Untuk mendorong perkembangan taman sejenis di Asia, menurut BSA, diperlukan sejumlah kebijakan pendorong antara lain penciptaan lingkungan yang menarik untuk investasi. Selain itu, dukungan sektor telekomunikasi seperti tarif yang murah, dan penyediaan sumber daya manusia yang terampil dengan upah yang murah juga menjadi faktor penting untuk mendukung perkembangan taman.
"Kemudian, meningkatkan dukungan terhadap hak atas kekayaan intelektual atau intellectual property. Caranya dengan upaya penegakan hukum atas tindakan pembajakan. Dan terakhir, pemerintah harus berperan netral dalam penggunaan teknologi di masyarakat, misalnya antara penggunaan open source dan commercial," kata Direktur Kebijakan Software Busines Software Alliance (BSA) Asia Goh Seow Hiong di Jakarta, pekan lalu.
Selain itu, Goh menyarankan lokasi taman software sebaiknya dekat dengan pusat kota seperti di Beijing, China, karena akan lebih mudah dan efisien untuk memenuhi kebutuhan perusahaan.
Goh juga mengatakan yang diperlukan bagi industri ini adalah dorongan pemerintah agar tercipta kontinuitas inovasi di industri IT. Caranya, antara lain memberikan perlindungan hak atas kekayaan intelektual (intelectual property), mendorong kegiatan research and development (R&D) perusahaan teknologi, dan merangsang terjadinya iklim kompetisi di industri ini.
"Pemerintah harus menjadi fasilitator guna mendorong timbulnya kegiatan inovasi di industri ini. Pemerintah harus tahu kapan melindungi dan kapan melepas industri ini ke pasar. Seperti di India, pemerintahnya masih memproteksi industri hardware, tapi tidak dengan industri software-nya karena dinilai sudah mampu berkompetisi," papar Goh.
Menurut dia, pemerintah juga sebaiknya bertindak seperti wasit sehingga tidak terlibat terlalu detail. Yang terpenting pemerintah mendorong terjadinya pertumbuhan di setiap pemain di industri ini.
"Jadi, pemerintah membantu semua perusahaan, bukan hanya satu atau dua perusahaan. Insentif tentu diperlukan, tapi yang bersifat bisa dinikmati seluruh perusahaan," pungkas Goh.
Lebih lanjut Goh menilai Indonesia sangat lemah dalam mendukung taman software ketimbang negara-negara lain di Asia. Faktor penyebabnya antara lain dukungan infrastuktur yang buruk dan tiadanya research and development (R&D).
Menurut Goh, meski secara populasi, pasar Indonesia sangat potensial, dengan buruknya kondisi infrastruktur, membuat Indonesia kalah jauh dibanding dengan India dan China yang mana populasi penduduknya juga besar.
Secara umum, hasil studi EIU tentang Perkembangan Industri Software Asia melaporkan pembangunan taman software terbukti menarik minat perusahaan-perusahaan yang bergerak di sektor teknologi dan investasi. Taman ini terbukti efektif sebagai inkubator bagi para pengusaha yang bermain di industri teknologi karena di taman ini mereka mendapat harga sewa yang lebih murah dan bebas pajak.
"Taman ini juga menjadi wahana pekerjaan bagi para professional dan lulusan baru di bidang TI," kata dia.
Selain melaporkan hasil studi EIU, Goh juga melaporkan hasil studi INSEAD, sekolah bisnis internasional, tentang kebijakan inovasi di Asia. Kedua studi ini disponsori BSA dan dilakukan pada 2007. Menurut studi ini, pemerintah tidak perlu lagi mengambil peran sebagai regulator terhadap industri inovasi dan TI di Asia. Dukungan pemerintah justru sangat penting agar industri ini bisa berkembang ke arah lebih baik di kawasan Asia.
EIU mengambil contoh empat taman software di Malaysia, China, Vietnam, dan Taiwan, sebagai contoh studi. Cyberjaya Malaysia, yang dibangun 1997 dengan investasi 1 miliar dolar AS, kini diisi sekitar 419 perusahaan, satu universitas multimedia, 34 ribu pekerja, dan 14 ribu penghuni.
Perkembangan ini menjadikan Malaysia menjadi negara nomor tiga di dunia yang menjadi lokasi pilihan outsourcing TI di dunia, berdasar pada survei A.T. Kearney pada tahun lalu.
Spektrum Internet
Sementara itu, asosiasi penyelenggara layanan komunikasi berbasis teknologi seluler (GSM Association) meminta regulator memperluas spektrum internet berkecepatan tinggi (internet access broadband) untuk mempertahankan pertumbuhan internet bergerak (mobile broadband--HSPA) tetap tinggi.
"Spektrum yang lebih lebar memungkinkan operator mobile broadband dapat meningkatkan kualitas layanan sekaligus menurunkan tarif internet," kata Senior Vice President Public Policy GSM Association Ricardo Tavares, di sela-sela konferensi Indonesia: Vibrant Mobile Broadband Market di Jakarta, Selasa (15-4).
Ia menjelaskan dalam waktu satu tahun peluncuran HSPA atau pada akhir 2007, jumlah pengguna mobile internet telah mencapai 315 ribu orang.
Jumlah tersebut bahkan telah melampaui jumlah koneksi internet pita lebar tetap (fixed broadband), yang baru mencapai 300 ribu satuan sambungan. "Jumlah pengguna internet mobile broadband akan tumbuh lebih cepat, selain karena kebutuhan layanan bergerak yang makin tinggi, juga didorong besarnya pasar di dalam negeri," kata dia.
Empat operator penyedia internet bergerak di Indonesia, yaitu Excelcomindo, Indosat, Telkomsel, dan Hutchinson Indonesia. Indonesia merupakan pasar besar internet bergerak di Asia Tenggara, dan bahkan menjadi negara tiga terbesar pengguna internet bergerak setelah Jepang dan Australia. "Untuk mempertahankan posisi pertumbuhan itu, pemerintah dirasakan perlu menambah spektrum dengan harga yang dapat dijangkau operator," kata Tavares.
Tavares juga mengimbau Indonesia memastikan kesetaraan investor asing dan investor lokal sehingga memaksimalkan kegiatan investasi di layanan pita lebar bergerak demi mendorong sektor sosial dan ekonomi.
Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Telepon Seluler Merza Fachys mengatakan penambahan spektrum karena kapasitasnya telah banyak untuk memberi layanan komunikasi suara. "Kapasitas untuk layanan suara dan data harus ditingkatkan," kata Merza yang juga menjabat chief and corporate affair PT Mobile-8.
Namun, menurut dia, pemerintah harus pula berhati-hati mengeluarkan kebijakan menambah atau memberikan frekuensi karena frekuensi merupakan sumber daya terbatas. "Akan ada diskusi dan evaluasi antara ATSI dan regulator bagaimana cadangan spektrum frekuensi memungkinkan dialokasikan kepada operator yang membutuhkan," kata dia.
Walaupun begitu, ia menekankan pemerintah dalam regulasinya harus mendorong industri, selain juga mendapat dana masuk dari sumber daya terbatas itu.n E-2
Untuk mendorong perkembangan taman sejenis di Asia, menurut BSA, diperlukan sejumlah kebijakan pendorong antara lain penciptaan lingkungan yang menarik untuk investasi. Selain itu, dukungan sektor telekomunikasi seperti tarif yang murah, dan penyediaan sumber daya manusia yang terampil dengan upah yang murah juga menjadi faktor penting untuk mendukung perkembangan taman.
"Kemudian, meningkatkan dukungan terhadap hak atas kekayaan intelektual atau intellectual property. Caranya dengan upaya penegakan hukum atas tindakan pembajakan. Dan terakhir, pemerintah harus berperan netral dalam penggunaan teknologi di masyarakat, misalnya antara penggunaan open source dan commercial," kata Direktur Kebijakan Software Busines Software Alliance (BSA) Asia Goh Seow Hiong di Jakarta, pekan lalu.
Selain itu, Goh menyarankan lokasi taman software sebaiknya dekat dengan pusat kota seperti di Beijing, China, karena akan lebih mudah dan efisien untuk memenuhi kebutuhan perusahaan.
Goh juga mengatakan yang diperlukan bagi industri ini adalah dorongan pemerintah agar tercipta kontinuitas inovasi di industri IT. Caranya, antara lain memberikan perlindungan hak atas kekayaan intelektual (intelectual property), mendorong kegiatan research and development (R&D) perusahaan teknologi, dan merangsang terjadinya iklim kompetisi di industri ini.
"Pemerintah harus menjadi fasilitator guna mendorong timbulnya kegiatan inovasi di industri ini. Pemerintah harus tahu kapan melindungi dan kapan melepas industri ini ke pasar. Seperti di India, pemerintahnya masih memproteksi industri hardware, tapi tidak dengan industri software-nya karena dinilai sudah mampu berkompetisi," papar Goh.
Menurut dia, pemerintah juga sebaiknya bertindak seperti wasit sehingga tidak terlibat terlalu detail. Yang terpenting pemerintah mendorong terjadinya pertumbuhan di setiap pemain di industri ini.
"Jadi, pemerintah membantu semua perusahaan, bukan hanya satu atau dua perusahaan. Insentif tentu diperlukan, tapi yang bersifat bisa dinikmati seluruh perusahaan," pungkas Goh.
Lebih lanjut Goh menilai Indonesia sangat lemah dalam mendukung taman software ketimbang negara-negara lain di Asia. Faktor penyebabnya antara lain dukungan infrastuktur yang buruk dan tiadanya research and development (R&D).
Menurut Goh, meski secara populasi, pasar Indonesia sangat potensial, dengan buruknya kondisi infrastruktur, membuat Indonesia kalah jauh dibanding dengan India dan China yang mana populasi penduduknya juga besar.
Secara umum, hasil studi EIU tentang Perkembangan Industri Software Asia melaporkan pembangunan taman software terbukti menarik minat perusahaan-perusahaan yang bergerak di sektor teknologi dan investasi. Taman ini terbukti efektif sebagai inkubator bagi para pengusaha yang bermain di industri teknologi karena di taman ini mereka mendapat harga sewa yang lebih murah dan bebas pajak.
"Taman ini juga menjadi wahana pekerjaan bagi para professional dan lulusan baru di bidang TI," kata dia.
Selain melaporkan hasil studi EIU, Goh juga melaporkan hasil studi INSEAD, sekolah bisnis internasional, tentang kebijakan inovasi di Asia. Kedua studi ini disponsori BSA dan dilakukan pada 2007. Menurut studi ini, pemerintah tidak perlu lagi mengambil peran sebagai regulator terhadap industri inovasi dan TI di Asia. Dukungan pemerintah justru sangat penting agar industri ini bisa berkembang ke arah lebih baik di kawasan Asia.
EIU mengambil contoh empat taman software di Malaysia, China, Vietnam, dan Taiwan, sebagai contoh studi. Cyberjaya Malaysia, yang dibangun 1997 dengan investasi 1 miliar dolar AS, kini diisi sekitar 419 perusahaan, satu universitas multimedia, 34 ribu pekerja, dan 14 ribu penghuni.
Perkembangan ini menjadikan Malaysia menjadi negara nomor tiga di dunia yang menjadi lokasi pilihan outsourcing TI di dunia, berdasar pada survei A.T. Kearney pada tahun lalu.
Spektrum Internet
Sementara itu, asosiasi penyelenggara layanan komunikasi berbasis teknologi seluler (GSM Association) meminta regulator memperluas spektrum internet berkecepatan tinggi (internet access broadband) untuk mempertahankan pertumbuhan internet bergerak (mobile broadband--HSPA) tetap tinggi.
"Spektrum yang lebih lebar memungkinkan operator mobile broadband dapat meningkatkan kualitas layanan sekaligus menurunkan tarif internet," kata Senior Vice President Public Policy GSM Association Ricardo Tavares, di sela-sela konferensi Indonesia: Vibrant Mobile Broadband Market di Jakarta, Selasa (15-4).
Ia menjelaskan dalam waktu satu tahun peluncuran HSPA atau pada akhir 2007, jumlah pengguna mobile internet telah mencapai 315 ribu orang.
Jumlah tersebut bahkan telah melampaui jumlah koneksi internet pita lebar tetap (fixed broadband), yang baru mencapai 300 ribu satuan sambungan. "Jumlah pengguna internet mobile broadband akan tumbuh lebih cepat, selain karena kebutuhan layanan bergerak yang makin tinggi, juga didorong besarnya pasar di dalam negeri," kata dia.
Empat operator penyedia internet bergerak di Indonesia, yaitu Excelcomindo, Indosat, Telkomsel, dan Hutchinson Indonesia. Indonesia merupakan pasar besar internet bergerak di Asia Tenggara, dan bahkan menjadi negara tiga terbesar pengguna internet bergerak setelah Jepang dan Australia. "Untuk mempertahankan posisi pertumbuhan itu, pemerintah dirasakan perlu menambah spektrum dengan harga yang dapat dijangkau operator," kata Tavares.
Tavares juga mengimbau Indonesia memastikan kesetaraan investor asing dan investor lokal sehingga memaksimalkan kegiatan investasi di layanan pita lebar bergerak demi mendorong sektor sosial dan ekonomi.
Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Telepon Seluler Merza Fachys mengatakan penambahan spektrum karena kapasitasnya telah banyak untuk memberi layanan komunikasi suara. "Kapasitas untuk layanan suara dan data harus ditingkatkan," kata Merza yang juga menjabat chief and corporate affair PT Mobile-8.
Namun, menurut dia, pemerintah harus pula berhati-hati mengeluarkan kebijakan menambah atau memberikan frekuensi karena frekuensi merupakan sumber daya terbatas. "Akan ada diskusi dan evaluasi antara ATSI dan regulator bagaimana cadangan spektrum frekuensi memungkinkan dialokasikan kepada operator yang membutuhkan," kata dia.
Walaupun begitu, ia menekankan pemerintah dalam regulasinya harus mendorong industri, selain juga mendapat dana masuk dari sumber daya terbatas itu.n E-2
0 Post a Comment:
Posting Komentar