KURIKULUM MERDEKA TIDAK JADI MERDEKA
Kurikulum Merdeka resmi ditetapkan sebagai kurikulum nasional mulai tahun ajaran baru 2024/2025. Namun, implementasinya tetap bergantung pada kesiapan satuan pendidikan di jenjang pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, hingga pendidikan menengah. Ada masa transisi hingga maksimal tiga tahun ke depan.
Penetapan Kurikulum Merdeka sebagai Kurikulum Nasional ini mengacu pada Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 12 Tahun 2024 tentang Kurikulum Pada Pendidikan Anak Usia Dini, Jenjang Pendidikan Dasar, dan Jenjang Pendidikan Menengah. Peluncuran Permendikbudristek yang menjadi payung hukum diberlakukannya Kurikulum Merdeka menjadi kurikulum nasional ini dilakukan Mendikbudristek Nadiem Anwar Makarim, Rabu (27/3/2024) di acara bertajuk Kurikulum Merdeka untuk Meningkatkan Kualiats Pembelajaran di di Jakarta.
Menurut Nadiem, Permendikbudristek memberi kepastian arah kebijakan pendidikan nasional dengan menetapkan Kurikulum Merdeka secara nasional. Bagi sekolah yang belum menerapkan, memiliki waktu dua tahun (bagi daerah non-tertinggal, terdepan, dan terluar (3T)) dan tiga tahun (bagi daerah 3T) untuk belajar dan menyiapkan diri.
”Kurikulum Merdeka ini pro pada guru, siswa, dan kreativitas. Ini dasarnya. Kita tidak usah repot-repot ngomong terlalu filosofis atau akademis. Ujung-ujungnya simpel saja, kita mau membuat kurikulum yang membuat guru dan murid senang belajar. Kadang-kadang kita terlalu repot dalam terminologi yang terlalu akademis. Secara sederhana Kurikulum Merdeka merupakan kurikulum yang membuat guru dan murid senang belajar,” kata Nadiem.
Nadiem memaparkan, transformasi pendidikan lewat merdeka belajar selama ini untuk mewujudkan sekolah yang dicita-citakan. Sekolah semestinya menumbuhkan kompetensi dan karakter semua murid untuk menjadi pelajar sepanjang hayat dengan nilai-nilai Pancasila.
Kurikulum Merdeka disebutkan fokus pada muatan esensial. Muatan wajib dikurangi untuk memberi waktu bagi pembelajaran yang lebih mendalam, bermakna, dan terdiferensiasi.
Pembelajaran pun agar lebih fleksibel dan kontekstual. Hal ini menjadikan penerapannya di sekolah bisa disesuaikan dengan karakteristik sekolah dan murid serta konteks sosial budaya setempat.
Kurikulum Merdeka juga mendukung penguatan karakter moral, termasuk spiritual, sosial, dan emosional. Penguatan karakter tidak hanya melalui mata pelajaran, tetapi juga melalui alokasi waktu khusus untuk pembelajaran yang aplikatif dan kolaboratif, seperti Proyek Penguatan Profil Pelajar Pancasila.
Nadiem meyakinkan bahwa Kurikulum Merdeka justru afirmatif untuk memastikan tidak ada anak-anak yang tertinggal dalam belajar. Di Kurikulum 2013 yang lebih fokus pada materi, guru mengejar penuntasan materi sehingga kurang berpusat pada upaya pengembangan potensi siswa.
Kami ingin sekolah dan guru merefleksikan praktik pembelajaran yang meningkatkan kualitas dalam penguasaan kemampuan dasar literasi dan numerasi, kompetensi, dan karakter siswa.
Lebih lanjut, Nadiem memaparkan, dari kajian hasil Asesmen Nasional (AN), terlihat dampak Kurikulum Merdeka mampu mengatasi kesenjangan belajar dan meningkatkan kualitas pembelajaran di semua daerah. Semakin lama sekolah menerapkan Kurikulum Merdeka, skor literasi dan numerasi siswa meningkat. Capaian ini terjadi baik di sekolah daerah tertinggal maupun tidak tertinggal.
Sementara itu, Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan Kemendikbudristek Anindito Aditomo mengatakan, Kurikulum Merdeka disusun sejak 2020, kemudian diterapkan dan dievaluasi secara bertahap sejak tahun 2021. Saat ini sekitar 300.000 sekolah atau sekitar 80 persen, termasuk 6.000 sekolah di daerah tertinggal, sudah mulai menerapkan Kurikulum Merdeka. Adapun sekitar 20 persen sekolah yang belum menerapkannya masih ada masa transisi hingga tahun ajaran 2027/2028.
Penerapan bermakna
Anindito menegaskan, pemerintah lebih fokus pada penerapan Kurikulum Merdeka yang bermakna, yang membawa perubahan pembelajaran di sekolah dan kelas. Hal ini diharapkan menjadikan para siswa memiliki pengalaman belajar yang bermakna.
”Target kami bukan ingin dengan cepat semua atau 100 persen sekolah menerapkan Kurikulum Merdeka. Semuanya tergantung kesiapan sekolah sehingga perubahan paradigma pembelajaran yang berpusat pada siswa dilakukan berkelanjutan dan menjadi kerja kolaboratif semua pihak di sekolah,” ujar Anindito.
Menurut Anindito, sebanyak 80 persen sekolah yang sudah menerapkan Kurikulum Merdeka, baik secara sebagian maupun penuh, tetap diberi kebebasan untuk menerapkan secara bertahap. ”Secara umum, kan, banyak yang baru menerapkan satu tahun. Untuk penerapan di tahun ajaran 2024/2025, sekolah bisa langsung menerapkan di semua jenjang maupun sebagian. Intinya kita tetap mendorong implementasi Kurikulum Merdeka yang bermakna supaya berdampak pada kualitas pendidikan,” ujar Anindito.
Bagi 20 persen sekolah yang belum melaksanakan Kurikulum Merdeka dibuka pendaftaran. Sekolah dapat memutuskan sendiri rencana penerapan sesuai kesiapan. Transisi untuk sekolah di daerah non-3T selama dua tahun, sedangkan di daerah 3T selama tiga tahun.
”Kami tidak ingin di atas kertas 100 persen semua sekolah menerapkan Kurikulum Merdeka, tetapi praktik pembelajaran tidak lebih baik. Transisi yang cukup panjang ini karena kami ingin sekolah dan guru merefleksikan praktik pembelajaran yang meningkatkan kualitas dalam penguasaan kemampuan dasar literasi dan numerasi, kompetensi, dan karakter siswa,” kata Anindito.
Intan Purnama, guru SD di Kota Batam, mengatakan, sekolahnya sudah dua tahun menerapkan Kurikulum Merdeka dimulai dari mandiri belajar dan kini mandiri berbagi. Para guru pun mulai berbenah dengan cara pembelajaran yang berpusat pada siswa dan tidak sekadar menyampaikan materi dan menguji.
Ketika mengimplementasikan Kurikulum Merdeka, guru diperkenalkan dengan asesmen awal untuk memahami kondisi dan latar belakang siswa. Lalu, guru menerapkan diferensiasi pembelajaran agar siswa mampu berkembang sesuai potensinya.
Para guru memanfaatkan Platform Merdeka Mengajar (PMM) untuk mencari inspirasi dalam merancang materi dan perangkat pembelajaran yang efektif. Selain itu, sekolah pun semakin kolaboratif mengajak orangtua lebih terlibat, termasuk masyarakat lokal dan pemerintah setempat.
Wakil Kepala Sekolah SMAN 1 Meranti Sumatera Utara Khairina Lubis mengatakan, Kurikulum Merdeka memperkuat pendidikan karakter melalui Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5). Perwujudan Pelajar Pancasila yang beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan berakhlak mulia; berkebinekaan global; bergotong royong; kreatif; bernalar kritis; dan kreatif.
”Kami mengadakan in-house training bagi guru untuk memahami P5. Selanjutnya, kami melibatkan para guru dan pengurus OSIS sebagai perwakilan murid untuk mendesain pembelajaran P5 yang sesuai dengan kondisi, kemampuan, dan aset yang dimiliki sekolah,” ujarnya. Dari diskusi ini, ucapnya, disepakati tema ”Bangunlah Jiwa dan Raganya” dengan topik ”Stop Bullying” untuk pelaksanaan P5 di sekolah.
Khairina menekankan bahwa P5 di sekolahnya tidak membebani murid atau pun orangtua karena dapat terlaksana dengan biaya nol rupiah. Dalam membuat karya, para murid berkreasi memanfaatkan benda-benda yang ada di sekitarnya serta menjalani proses bekerja sama dan berkolaborasi. Proses tersebut sangat penting dalam membentuk profil Pelajar Pancasila dan mewujudkan lingkungan pendidikan yang aman dan nyaman, bebas dari perundungan.
Sumber Aslinya dari sini
Unduhan Perment dll ada dini
0 Post a Comment:
Posting Komentar